Negara Indonesia yang kita cintai ini, memang terkenal memiliki berbagai macam suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia pun merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia. Lantas, kedua hal ini memunculkan tradisi unik dari masing-masing daerah ketika menyambut bulan suci Ramadan.
Di Indonesia sendiri, bulan Ramadan selalu disambut dengan meriah. Tak hanya soal berlomba-lomba dalam beribadah, setiap suku pun memiliki cara yang berbeda-beda untuk menyambutnya. Maka tak heran, jika perbedaan suku maupun budaya menjadikan momen ini makin meriah, apalagi kalau berbicara ragam kuliner khasnya.
Lalu, seperti apakah tradisi unik bulan Ramadan di Indonesia? Simak selengkapnya berikut ini!
Di daerah Solo, Jawa Tengah, ada salah satu tradisi unik yang sudah ada sejak tahun 1965, yakni tradisi berbagi bubur Samin. Menjelang magrib atau pukul 4 sore, biasanya warga sudah mengantri di masjid Darussalam.
Adapun bubur Samin ini terbuat dari beras yang dicampur dengan susu, rempah-rempah, daun bawang, bawang bombay, sayuran, daging sapi, santan, dan yang spesial adalah minyak Samin. Biasanya bubur samin juga disajikan bersama telur rebus dan kurma.
Salah satu daerah di Aceh, tepatnya di desa Meunasah Bak Trieng, terdapat tradisi yang bernama memasak kuah Beulangong. Kegiatan ini biasanya dilakukan untuk memperingati Nuzulul Qur’an di pertengahan bulan Ramadan. Kuah Beulangong biasanya dihidangkan sebagai menu buka bersama warga desa Meunasah Bak Trieng.
Dalam tradisi ini, terdapat salah satu keunikan, di mana masakan dilakukan oleh laki-laki. Mulai dari mempersiapkan daging, meracik bumbu masak, hingga proses pembagiannya. Setelah itu, akan ada lonceng yang berdering menandakan masakan telah selesai dimasak dan warga bisa berkumpul untuk menyantap.
Jika Anda berada di Surabaya ketika memasuki bulan Ramadan, mungkin Anda akan menemukan tradisi unik yang bernama Megengan. Tradisi memakan apem ini dinilai sebagai bentuk menyucikan diri sebelum memasuki bulan Ramadan.
Kata “apem” sendiri menurut masyarakat di sana memiliki kemiripan pelafalan dengan kata “afwan” dari bahasa Arab yang berarti “maaf”. Selain memakan kue apem, masyarakat juga melakukan tahlilan untuk mendoakan sanak keluarga atau saudara yang terlebih dahulu pergi.
Pernah melihat bangunan dari batang bambu ketika Anda berkunjung ke Bungku, Sulawesi Tengah? Benar, bangunan tersebut bernama Dengo-Dengo yang terbuat dari batang bambu yang dibangun warga Bungku sebelum Ramadan. Tinggi bangunan ini sekitar 15 meter dan atapnya terbuat dari daun sagu.
Bangunan ini nantinya akan digunakan sebagai sarana untuk membangunkan warga setiap sahur, di mana para penjaga akan menabuh gendang dari ketinggian. Dengo-dengo sendiri berarti tempat beristirahat.
Tetapi, biasanya, bangunan ini tidak hanya digunakan untuk membangunkan sahur. Namun, juga digunakan sebagai tempat beristirahat warga sekitar menunggu waktu berbuka.
Jika Anda orang asli Pontianak, tentu tidak asing lagi dengan tradisi ini. Keriang Bandong merupakan tradisi yang dilakukan dengan menyalakan obor di halaman rumah selama sepuluh malam terakhir Ramadan. Obor yang digunakan terbuat dari bambu bulat kecil dengan sumbu. Bisa juga memanfaatkan lampu minyak tanah atau lilin.
Adapun tradisi ini memiliki maksud atau nilai tersendiri, di mana kata “Keriang” berasal dari bahasa daerah Pontianak yang berarti “serangga penyuka cahaya”. Sedangkan, “Bandong” diambil dari kata “berbondong-bondong”. Sehingga, Keriang Bandong berarti kebiasaan serangga yang berbondong-bondong mencari cahaya, atau berarti mencari malam Laylatul Al-Qodr.
Itulah beberapa tradisi bulan Ramadan unik di Indonesia. Sebenarnya masih banyak lagi tradisi unik dari berbagai daerah. Bagaimana? Apakah Anda pernah merasakan tradisi tersebut?