Gejala baru COVID-19 kini bermunculan. Jika sebelumnya ada yang dinamakan anosmia, kini muncul gejala baru yang disebut parosmia. Anosmia dan parosmia akhir-akhir ini sering kita dengar menjadi gejala terbaru dari Covid-19. Kedua nama tersebut merupakan penyakit yang berhubungan dengan indera penciuman untuk mengetahui bau atau rasa. Lalu, apa sebenarnya perbedaan dari kedua gejala tersebut?
Gejala COVID-19 yang umum dan dapat dikenali salah satunya adalah anosmia atau kehilangan kemampuan mencium bau dan merasakan rasa. Melansir dari Yale Medicine, bahwa Anosmia merupakan gangguan pada indera penciuman, di mana terjadi hilangnya sebagian atau seluruh bau. Kondisi Anosmia ini bisa terjadi sementara atau permanen.
Dilansir dari halodoc.com, para peneliti dari Eropa yang telah mempelajari gejala ini, mereka mengungkapkan bahwa anosmia bisa menyertai penyakit Covid-19 dan memiliki ciri unik serta berbeda dari yang dialami ketika terkena demam atau flu parah. Anosmia akibat Covi-19 cenderung muncul secara tiba-tiba dan parah. Gejala ini muncul sekitar 2-14 hari setelah terpapar virus, meskipun orang yang mengalaminya tidak mengalami masalah dalam bernapas.
Anosmia pada pengidap Covid-19 biasanya disertai dengan gejala dysgeusia, yaitu hilangnya kemampuan indra pengecap dalam merasakan makanan, khususnya membedakan rasa pahit dan manis. Selain itu, gejala anosmia ini juga dikaitkan dengan sistem saraf pusat.
Bila Anda mengalami gejala anosmia dan tidak yakin apakah hal itu disebabkan oleh virus Covid-19 atau bukan, lakukanlah tes Covid-19 untuk memastikan diagnosis. Sementara menunggu hasil tes, Anda juga dianjurkan untuk mengisolasi diri guna mencegah penyebaran virus.
Selain anosmia, belum lama ini muncul gejala baru Covid-19 yang disebut parosmia. Disosmia atau lebih dikenal dengan parosmia merupakan gangguan persepsi penciuman yang muncul dalam kualitas bau yang dirasakan atau adanya bau aneh tanpa adanya stimulasi bau yang sebenarnya.
Singkatnya, parosmia ini membuat Anda mungkin mengalami kehilangan intensitas aroma, yang artinya Anda tidak bisa mendeteksi seluruh aroma di sekitar. Kadang-kadang, parosmia menyebabkan hal-hal yang ditemui setiap hari tampak seperti memiliki bau yang kuat dan tidak menyenangkan, mirip bau aroma belerang atau benda terbakar.
Parosmia sendiri terjadi disebabkan oleh hasil dari campur aduk sinyal antara neuron sensorik olfaktorius, sel saraf yang terletak di rongga hidung yang mendeteksi bau, serta bagian otak tempat bau diterjemahkan dan diinterpretasikan.
Dalam keadaan yang parah, gejala parosmia dapat menyebabkan pengidapnya merasa sakit secara fisik saat mendeteksi bau yang kuat dan tidak sedap. Gejala utamanya adalah merasakan bau busuk yang terus-menerus, terutama saat makanan akibat kerusakan neuron penciuman.
Gejala ini biasanya baru terasa ketika seseorang sembuh dari infeksi virus. Selain itu, jika Anda mengalami parosmia, mungkin akan juga kesulitan mengenali atau memperhatikan beberapa bau di lingkungan sekitar, akibat kerusakan neuron penciuman. Aroma yang tadinya mungkin dianggap menyenangkan, sekarang mungkin menjadi sangat kuat dan tidak tertahankan. Parosmia juga bisa menyebabkan kehilangan nafsu makan, karena mencoba makan makanan yang baunya tidak enak bisa membuat Anda merasa mual atau muntah saat makan.
Itulah penjelasan sederhana mengenai anosmia, dan parosmia yang merupakan gangguan penciuman yang bisa dialami oleh pasien Covid-19 setelah sembuh. Bila Anda mengalami parosmia, segeralah periksakan diri ke dokter. Bagi Anda yang ingin terus mendapatkan informasi seputar kesehatan di masa pensiun, bisa cek artikel lainnya di https://pensiunberkarya.com/artikel/ atau bisa kunjungi https://pensiunberkarya.com/event/ untuk mengetahui jadwal kegiatan atau seminar kesehatan dari Bank Mantap secara gratis.